Saturday, October 15, 2005

Bisa Apa dengan Rp 100 Ribu ?


Kantor Pos Besar DKI Jakarta, Jalan Lapangan Banteng Utara I. Atau lebih dikenal dengan Kantor Pos Pasarbaru. Seorang ibu tampak mendatangi salah satu loket dari 20 loket yang disediakan. Ibu tersebut akan mengambil bantuan langsung tunai (BLT) dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahap pertama sebesar Rp 100 ribu per bulan/kepala keluarga.

Fatimah, demikian nama ibu tersebut. Ibu rumah tangga biasa, yang bersuamikan seorang tukang kuli bangunan yang tinggal di Kecamatan Sawah Besar. Ibu Fatimah termasuk dari 3.060 kepala keluarga (KK) dari delapan kelurahan yaitu Kelurahan Duri Pulo, Gambir, Karang Anyar, Gunung Sahari Utara, Gunung Sahari Selatan, Kartini, dan Kebun Kelapa, yang menerima dana kompensasi BBM tersebut.

"Senang bu dapat uang dari pemerintah ?", tanya indosiar.com. "Yah bagaimana yah. Seneng sih seneng, namanya juga duit gratis, gak perlu susah payah carinya. Mudah-mudahan aja bisa cukup. Kan sekarang apa-apa serba mahal. Minyak tanah aja ditempat saya sekarang seliternya 3000 perak. Uang 10 ribu tadinya bisa dipakai buat beli minyak tanah ama gula kopi, sekarang cuma bisa buat beli minyak tanah 3 liter doang," ucap Ibu Fatimah.

Miris memang. Meski mendapat bantuan, namun bantuan tersebut tidak mampu mengatasi berbagai kenaikan yang terjadi dalam segala sektor seperti kenaikan sembako dan transportasi, pasca pemerintah menaikkan harga BBM.

"Dapatnya kan 300 ribu buat tiga bulan katanya. Yah musti dicukup-cukupin seratus ribu sebulan. Paling ini uangnya buat makan aja, kalau uang sekolah anak sama ongkos yah musti cari sendiri. Mana sekarang kerjaan Bapaknya anak-anak gak terlalu bagus," tutur Fatimah pelan.

Dengan nanar, Fatimah menatap uang tiga lembar ratusan yang dipegangnya. Mungkin ia sedang berpikir bagaimana caranya agar uang tersebut tidak habis sebelum waktunya. Berpikir bagaimana caranya berhemat disaat seperti sekarang yang semuanya sudah serba mahal.
Yah, Fatimah pantas berpikir. Karena saat ini, dengan uang Rp 100 ribu, kita bisa apa ? Dengan kenaikan BBM yang mencekik leher, masyarakat (tentu saja masyarakat menengah kebawah) berpikir keras bagaimana mereka harus berhemat.

Sebagai contoh saja, kenaikan minyak tanah yang diumumkan pemerintah sebesar Rp 2000 per liter, begitu sampai ketangan pengecer menjadi Rp 3000 dan Rp 3500. Bagaimana para pengguna minyak tanah tidak berteriak. Sebelum kenaikan mereka membeli minyak tanah dengan harga perliter Rp 1200.

"Dulu beli minyak tanah 5 liter cukup dengan uang 6000 perak untuk dua minggu pemakaian. Sekarang beli 3 liter minyak tanah Rp 9000, cuma bisa dipakai seminggu. Berarti kan untuk sebulan kita harus ngeluarin uang 36 ribu buat beli minyak tanah saja. Mana sekarang bulan puasa, berarti masak dua kali lipat dari hari biasa," keluh Acih, warga Kelurahan Tamansari.

Acih sedikit beruntung dari Fatimah. Ia tidak memerlukan bantuan dari pemerintah untuk menghidupkan api kompornya, karena kehidupannya lebih baik dari Fatimah. Suaminya bekerja disalah satu kantor pemerintah dibilangan Merdeka Selatan. Dengan kenaikan BBM, mau tak mau membuat Acih harus pandai-pandai mengatur uang bulanan dari sang suami.

"Selama ini saya sudah harus menghemat uang pemberian suami. Atur sana sini supaya semuanya bisa tertangani dan terbayar. Tapi kalau begini terus-terusan, bisa-bisa kami juga jatuh miskin. Bisa-bisa kami punya banyak utang karena harus gali lobang tutup lobang," keluh Ibu beranak tiga ini. Menurut Acih, yang bisa dilakukan saat ini adalah mengeluarkan uang sehemat mungkin.

Sementara itu, bagi Ratna, tidak fair rasanya menumpahkan segala yang terjadi dimata masyarakat pada kenaikan harga BBM. Karena bukan hanya Indonesia saja yang menaikkan harga BBM, tetapi beberapa negara Asia lainnya seperti Thailand dan Filipina. Ia bersyukur masih mampu membeli minyak tanah dengan harga barunya. Namun demikian ia tidak mau menutup mata dengan keadaan sekeliling.

"Yang paling penting saat ini adalah berhemat dan sabar. Tidak hanya orang yang tidak punya saja musti berhemat dan sabar. Orang-orang yang merasa berkecukupan juga harus hemat dan sabar. Seperti yang kami lakukan, pakai listrik secukupnya. Lampu-lampu diganti dengan neon, yang sinar terangnya lebih luas. Pakai air sudah tidak sembarang. Jalan-jalan ke mall dikurangi diganti dengan jalan ke taman di kompleks rumah. Anak-anak kesekolah sekarang diantar bapaknya dulu sebelum berangkat ke kantor. Pokoknya apa yang bisa dihemat yah dihemat. Trus, banyak berdoa supaya kita lebih sabar menghadapi setiap masalah, biar jangan stress," papar Ratna panjang lebar.

Fatimah, Acih, dan Ratna, merupakan gambaran ibu-ibu rumah tangga yang merasakan dampak dari kenaikan BBM ini. Bagi yang tidak beruntung memang susah untuk melakukan gerakan penghematan seperti yang dikatakan Ratna. Mungkin yang bisa dilakukan adalah sabar, semoga saja pemerintah dapat mengatasi masalah kemiskinan dengan penyaluran BLT tersebut. Semoga saja tugas mulia ini dijalankan dengan baik dan benar, tidak diselewengkan lagi seperti kasus-kasus sebelumnya terjadi.(Idh)

ps : dimuat di halaman sapa http://news.indosiar.com pada tanggal 6 Oktober 2005

Saturday, October 01, 2005

Terjajah Exxon Mobil di Cepu

Oleh:Kwik Kian Gie

Kali ini saya tidak akan membahas tentang pengertian subsidi -apakah
itu sama dengan uang tunai yang harus keluar atau tidak- dan hal-hal
teknis lain seperti itu.

Saya akan membahas tentang negara kaya yang menjadi miskin kembali
karena terjerumus ke dalam mental kuli yang oleh penjajah Belanda
disebut mental inlander. Mental para pengelola ekonomi sejak 1966
yang tidak mengandung keberanian sedikit pun, yang menghamba, yang
ngapurancang ketika berhadapan dengan orang-orang bule. Ibu pertiwi
yang perut buminya mempunyai kandungan minyak sangat besar dibanding
kebutuhan nasionalnya, setelah 60 tahun merdeka hanya mampu
menggarap minyaknya sendiri sekitar 8 persen. Sisanya diserahkan
kepada eksplorasi dan eksploitasi perusahaan-perusahaan asing.

Apa pekerjaan dan sampai seberapa jauh daya pikir para pengelola
ekonomi kita sejak merdeka sampai sekarang? Istana Bung Karno
dibanjiri para kontraktor minyak asing yang sangat berkeinginan
mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak bumi di Indonesia. Bung
Karno menugaskan Chairul Saleh supaya mengizinkannya hanya sangat
terbatas.

Putrinya, Megawati, bertanya kepada ayahnya, mengapa begitu? Jawaban
Bung Karno kepada putrinya yang baru berumur 16 tahun, "Nanti kita
kerjakan sendiri semuanya kalau kita sudah cukup mempunyai
insinyur-insinyur sendiri."
Artinya, Bung Karno sangat berketetapan hati mengeksplorasi dan
mengeksploitasi minyak oleh putra-putri bangsa Indonesia sendiri.
Mengapa sekarang hanya sekitar 8 persen?
Lebih menyedihkan ialah keputusan pemerintah memperpanjang kerja sama
dengan Exxon Mobil (Exxon) untuk blok Cepu selama 20 tahun sampai
2030.

Begini ceritanya. Exxon membeli lisensi dari Tommy Soeharto untuk
mengambil minyak dari sebuah sumur di Cepu yang kecil. Exxon lalu
melakukan eksplorasi tanpa izin. Ternyata ditemukan cadangan dalam
sumur yang sama sebanyak 600 juta barel.

Ketika itu Exxon mengajukan usul untuk memperpanjang kontraknya
sampai 2030.
Keputusan ada di tangan Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina
(DKPP). Dua dari lima anggota menolak. Yang satu menolak atas
pertimbangan yuridis teknis. Yang lain atas pertimbangan sangat
prinsipil.
Dia sama sekali tidak mau diajak berargumentasi dan juga sama sekali
tidak mau melihat angka-angka yang disodorkan Exxon beserta para
kroninya yang berbangsa Indonesia.

Mengapa? Karena yang menjadi pertimbangan pokoknya, harus
dieksploitasi bangsa Indonesia sendiri, yang berarti bahwa Exxon
pada 2010 harus hengkang, titik.
Alasannya sangat mendasar, tetapi formulasinya sederhana.
Yaitu, bangsa yang 60 tahun merdeka selayaknya, semestinya, dan
seyogianya mengerjakan sendiri eksplorasi dan eksploitasi minyaknya.
Bahkan, harus melakukannya di mana saja di dunia yang dianggap
mempunyai kemungkinan berhasil.

Menurut peraturan yang berlaku (sebelum Pertamina berubah menjadi
Persero), kalau DKPP tidak bisa mengambil keputusan yang bulat,
keputusan beralih ke tangan presiden. Maka, bola ada di tangan
Presiden Megawati Soekarnoputri. Beliau tidak mengambil keputusan,
sehingga Exxon kalang kabut. Exxon mengirimkan executive vice
president-nya yang langsung mendatangi satu anggota DKPP yang
mengatakan "pokoknya tidak".
Dia mengatakan, sejak awal sudah ingin bertemu satu orang anggota
DKPP ini yang berinisial KKG, tetapi dilarang kolega-koleganya
sendiri. KKG tersenyum sambil mengatakan karena para koleganya masih
terjangkit mental inlander.

Lalu dia berargumentasi panjang lebar dengan mengemukakan semua angka
betapa Indonesia diuntungkan. KKG menjawab bahwa kalau dia ngotot
sampai seperti itu, apa lagi latar belakangnya kalau dia tidak
memperoleh untung besar dari perpanjangan kontrak sampai 2030?
Karena itu, kalau mulai 2010, sesuai kontrak, Exxon harus hengkang
dan seluruhnya dikerjakan Pertamina, semua laba yang tadinya jatuh
ke tangan Exxon akan jatuh ke tangan Indonesia sendiri.

Lagi pula, KKG menjelaskan bahwa sudah waktunya belajar menjadi
perusahaan minyak dunia seperti Exxon. KKG bertanya kepadanya,
"Bukankah kami berhak mulai merintis supaya menjadi Anda di bumi
kita sendiri dan menggunakan minyak yang ada di dalam perut bumi
kita sendiri?"

Eh, dia mulai mengatakan tidak bisa mengerti bagaimana orang
berpendidikan Barat bisa sampai seperti itu tidak rasionalnya! Jelas
KKG muntap dan mulai memberi kuliah panjang lebar bahwa orang Barat
sangat memahami dan menghayati tentang apa yang dikatakan EQ, dan
bukan hanya IQ. Apalagi, kalau dalam hal blok Cepu ini ditinjau
dengan IQ juga mengatakan bahwa mulai 2010 harus dieksploitasi oleh
Indonesia sendiri.

Bung Karno juga berpendidikan Barat dan sejak awal beliau
mengatakan, "Man does not live by bread alone." Dalam hal blok Cepu,
dua argumen berlaku, yaitu man does not live by bread alone, dan
diukur dengan bread juga menguntungkan Indonesia, karena laba yang
akan jatuh ke tangan Exxon menjadi labanya Pertamina.

Pikiran lebih mendalam dan bahkan dengan perspektif jangka panjang
yang didasarkan materi juga mengatakan bahwa sebaiknya blok Cepu
dieksploitasi oleh Pertamina sendiri. Mengapa?

Jawabannya diberikan oleh mantan Direktur Utama Pertamina Baihaki
Hakim kepada Menko Ekuin ketika itu bahwa Pertamina adalah
organisasi yang telanjur sangat besar. Minyak adalah komoditas yang
tidak dapat diperbarui.
Penduduk Indonesia bertambah terus seiring dengan bertambahnya
konsumsi.

Kalau sekarang saja terlihat bahwa konsumsi nasional sudah lebih
besar daripada produksi nasional, di masa mendatang kesenjangan ini
menjadi semakin besar, dan akhirnya organisasi Pertamina yang
demikian besar itu akan dijadikan apa?

Apakah hanya menjadi perusahaan dagang minyak, dan apakah akan mampu
berdagang saja dalam skala dunia, bersaing dengan the seven sisters?
Maka visi jangka panjang Baihaki Hakim, mumpung masih lumayan
cadangannya, sejak sekarang mulai go international dan menggunakan
cadangan minyak yang ada untuk sepenuhnya menunjang kebijakannya
yang visiuner itu.

Menko Ekuin ketika itu memberikan dukungan sambil mengatakan, "Pak
Baihaki, saya mendukung sepenuhnya. Syarat mutlaknya ialah kalau
Anda ingin menjadikan Pertamina menjadi world class company, Anda
harus juga memberikan world class salary kepada anak buah Anda."

Sang Menko Ekuin keluar dari kabinet Abdurrahman Wahid. Setelah itu
dia kembali ke kabinet sebagai kepala Bappenas dan ex officio
menjabat anggota DKPP. Maka pikirannya masih dilekati visi jangka
panjangnya Pak Baihaki Hakim dan kebetulan direktur utama Pertamina
ketika itu juga masih Pak Baihaki Hakim. Tetapi, kedudukan kita
berdua sudah sangat lemah, karena dikreoyok para anggota DKPP dan
anggota direksi lain yang mental, moral,dan cara berpikirnya sudah
kembali menjadi inlander.

Baihaki Hakim yang mempunyai visi, kemampuan, dan telah
berpengalaman 13 tahun menjabat direktur utama Caltex Indonesia
langsung dipecat begitu Pertamina menjadi persero. Alasannya, kalau
diibaratkan sopir, dia adalah sopir yang baik untuk mobil Mercedes
Benz. Sedangkan yang diperlukan buat Pertamina adalah sopir yang
cocok untuk truk yang bobrok. Bayangkan, betapa inlander cara
berpikirnya. Pertamina diibaratkan truk bobrok. Caltex adalah
Mercedez Benz. Memang sudah edan semua.

Ada tekanan luar biasa besar dari pemerintah Amerika Serikat di
samping dari Exxon. Ceritanya begini. Dubes AS ketika itu, Ralph
Boyce, sudah membuat janji melakukan kunjungan kehormatan kepada
kepala Bappenas, karena protokolnya begitu. Tetapi, ketika sang
Dubes tersebut mendengarkan pidato sang kepala Bappenas di Pre-CGI
meeting yang sikap, isinya pidato, dan nadanya bukan seorang
inlander, janjinya dibatalkan.

Eh, mendadak dia minta bertemu kepala Bappenas. Dia membuka
pembicaraan dengan mengatakan akan berbicara tentang Exxon. Kepala
Bappenas dalam kapasitasnya selaku anggota DKPP mengatakan bahwa
segala sesuatunya telah dikemukakan kepada executive vice
president-nya Exxon, dan dipersilakan berbicara saja dengan beliau.

Sang Dubes mengatakan sudah mendengar semuanya, tetapi dia hanya
melakukan tugasnya. "I am just doing my job". Kepala Bappenas
mengatakan lagi, "Teruskan saja kepada pemerintah Anda di Washington
semua argumen penolakan saya yang diukur dengan ukuran apa pun,
termasuk semua akal sehat orang-orang Amerika pasti dapat diterima."
Kepala Bappenas keluar lagi dari kabinet karena adanya pemerintahan
baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu, dan Exxon menang mutlak.
Ladang minyak di blok Cepu yang konon cadangannya bukan 600 juta
barrel, tetapi 2 miliar barrel, oleh para inlander diserahkan kepada
Exxon penggarapannya.

Saya terus berdoa kepada Bung Karno dan mengatakan, "Bung Karno yang
saya cintai dan sangat saya hormati. Janganlah gundah dan gelisah,
walaupun Bapak sangat gusar. Istirahatlah dengan tenang. Saya juga
sudah bermeditasi di salah satu vihara untuk menenangkan hati dan
batin saya. Satu hari nanti rakyat akan bangkit dan melakukan
revolusi lagi seperti yang pernah Bapak pimpin, kalau para cecunguk
ini sudah dianggap terlampau lama dan terlampau mengkhianati
rakyatnya sendiri."

*) Mantan Menteri Negara PPN/kepala Bappenas.


ps : artikel ini udah banyak tersebar di milis-milis.

Saturday, August 27, 2005

Ibu Nuri : Bangkitkan Kembali Jiwa Kebangsaan


"Jangan salahkan jika generasi penerus sekarang ini kurang menghargai para pahlawannya. Ini terjadi karena bangsa ini tidak didik untuk menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pejuang dalam memperoleh kemerdekaan".

Meski telah memasuki usia 70 tahun, namun sosoknya tidak rapuh ditelan usia. Ia masih tetap aktif, lincah, gaya bicaranya lancar dan teratur, bahkan runut menceritakan segala yang pernah dialaminya di medan perjuangan. Wanita itu adalah Ibu Nuri, salah seorang anggota Korps Wanita Veteran yang kini sibuk dengan kelompok taman bermain yang didirikan dirumahnya di daerah Seroja, Pondok Ungu, Bekasi Utara.

"Kebetulan rumah yang saya tempati ini memiliki beberapa ruangan kosong, yang sayang kalau tidak dimanfaatkan. Saya lalu memberikan ide kepada beberapa orang yang tinggal di komplek ini agar mendirikan sebuah kelompok bermain, agar anak-anak balita disini dapat bersekolah tanpa harus mengeluarkan biaya mahal dan ongkos", jelas Ibu Nuri saat disambangi indosiar.com dirumahnya beberapa waktu lalu.

Terlihat ruangan tersebut telah disulap menjadi tempat belajar mengajar yang tenang. Pernak-pernik taman belajar menghiasi ruangan tersebut. "Saya cinta anak-anak. Rasanya senang sekali kalau melihat mereka belajar dengan bersemangat. Semangat itu pula yang membuat saya ikut berjuang dalam masa-masa kemerdekaan Indonesia," tuturnya.

Yah, Ibu Nuri pernah mengalami masa-masa perjuangan. Jiwa patriotismenya tumbuh pada saat ia masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). "Waktu itu setahun setelah Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, situasi negara belum normal dan masih banyak terjadi peperangan disana sini. Saat itu Belanda kan belum sepenuhnya hengkang dari negara kita. Saat itu saya masih SMP di Yogyakarta, remaja yang kata orang penuh dengan gejolak jiwa muda. Kalau mendengar pidato Bung Karno itu, rasanya hati ini seperti terbakar jiwanya. Berkobar-kobar. Dan kepingin ikut terjun ke medan perjuangan," cerita Ibu Nuri mengenang masa lalu.

"Apalagi saat itu, sekolah sering libur karena guru-gurunya ikut berjuang. Dan kalau lihat orang-orang yang pulang dari medan perjuangan, ada rasa iri melihat mereka berjalan dengan gagahnya. Dari situ saya mulai sering ikut pertemuan kawan-kawan di Prajurit Pelajar Indonesia dan akhirnya bergabung. Saat itu kami sering dilatih oleh prajurit dari Grup Batalyon 10 Yogyakarta, yang kala itu pimpinannya adalah Pak Harto (mantan Presiden Soeharto, red)".

"Kami dilatih cara melempar granat, mengangkat senjata, membalut luka, mengobati luka, dan pelajaran peperangan lainnya. Yang saya tak lupa, saat belajar itu kami sering menyanyi seperti ini, "Inggris kita linggis. Belanda kita setrika...he....he... Pokoknya saat itu memang dikobarkan rasa nasionalisme yang tinggi dan dari diri kita sendiri ada rasa pengen perang," lanjutnya.

Nuri muda memang sangat menikmati keikutsertaannya sebagai prajurit bela negara. Salah satu kenangan tak terlupakan adalah pada tahun 1949 saat pendudukan Belanda, dimana Yogyakarta yang menjadi ibukota RI dirampas oleh Belanda dan diduduki selama 6 jam.

"Selama 6 jam pendudukan Belanda itu, rasanya kemarahan berkobar didalam hati kami. Rasa kebangsaan dan kebanggaan kami sebagai bangsa Indonesia merasa terkoyak dan terhina. Kami pun diberangkatkan dari basis gerilya. Waktu itu saya di Yogya Barat, tempat latihan taruna Akmil. Lalu disitu didirikan front-front. Kantor Wehr Kreisse militer. Saya saat itu di Wehr Kreisse 103, dibawah pimpinan Letnan Sudarto, didaerah Kulon Progo".

"Tugas saya waktu itu adalah mengantarkan barang ke kota. Terpilihnya orang-orang muda seperti saya sebagai kurir, karena menurut mereka wajah-wajah kami belum terlihat seperti pejuang. Masih polos jadi dianggap aman untuk keluar dari markas. Saat itu saya sering mengantar barang yang isinya tidak diberi tahukan kepada saya. Nah yang saya ingat waktu itu saya sering pergi kerumah yang dekat penjara Wirogunan, yang ternyata setelah beberapa lama baru saya ketahui rumah tersebut adalah rumah Pak Harto dan wanita yang kerap saya temui adalah Ibu Tien".

Dalam kenangan Bu Nuri, saat itu dalam kelompoknya banyak tokoh-tokoh yang sukses dikemudian harinya, seperti Nolly Tjokropranolo, almarhum Soepardjo Rustam, Susilo Sudarman, dan masih banyak lagi.

Setelah Indonesia lepas dari Belanda, ternyata keadaan belum sepenuhnya normal. Didalam negeri sendiri terjadi masa-masa genting. Menamatkan sekolahnya, ternyata Bu Nuri pernah merasakan menjadi wartawati. Bagaimana ia bisa menekuni dunia jurnalistik ?

"Setelah Belanda hengkang dari Indonesia, kami para prajurit pun kembali ke kehidupan normal. Waktu itu Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX memberikan kesempatan kepada kami untuk kembali meneruskan sekolah. Saya pun meneruskan sekolah SMA. Setelah tamat saya bekerja di RRI Solo, di bagian pemberitaan. Disanalah saya belajar seluk beluk tulis menulis. Jadi sedikit-sedikit saya bisa nulis nih...he...he," ucap Bu Nuri sambil tertawa kecil.

"Dari tahun 1956 sampai 57 saya bekerja disana. Lalu dipindahkan ke Banjarmasin. Nah disana saya mengalami peristiwa RRI Permesta, PKI Muso, Pengeboman di Maguwo. Saat peristiwa RRI Permesta itu kami yang di Balikpapan dipulangkan ke Jakarta. Lalu terjadilah peristiwa G 30 S PKI yang mengubah segalanya," urainya penuh haru.

Masa perjuangan memang selalu indah untuk dikenang. Karena itu, jika menyaksikan film-film perang Bu Nuri selalu terkenang akan masa "kejayaannya". "Mungkin saya ini aneh yah. Saya itu suka sekali dengan film-film perang, rasanya seperti mengenang masa-masa kejayaannya saya yang lalu..ha...ha..".

Hidup di tiga jaman, bagi Nuri merupakan karunia tersendiri. Karena itulah ia selalu mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa, meski penghargaan yang diterimanya dari pemerintah bisa dikatakan kurang. "Saat ini saya tergabung dalam Korps Wanita Veteran. Yang berdasarkan surat keputusan dari Menteri Pertahanan kami itu memperoleh tunjangan. Tunjangan itu berdasarkan golongan-golongan. Golongan A itu paling tinggi, lalu B, C, D, dan E. Saya golongan D dengan tunjangan sekitar Rp 500 ribu perbulan sementara golongan E yang paling rendah tunjangannya".

"Tapi, itu sudah alhamdulillah, karena nganggur begini dikasih duit...he....he.. Tapi itu kan karena saya sekarang hidup sendiri, bagaimana yang masih mempunyai tanggungan keluarga, kasihan juga kan. Yah mau bilang bagaimana lagi, mungkin baru seperti itu penghargaan yang bisa diberikan kepada para mantan pejuang", tuturnya.

Saat ditanya mengenai bagaimana sikapnya melihat kurangnya perhatian dan penghargaan generasi penerus bangsa terhadap para pejuang, Ibu Nuri menyatakan tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para generasi penerus. Karena itu merupakan akibat yang harus diterima dari hasil pengajaran dan didikan para orang tua yang bisa jadi merupakan juga para pejuang.

"Kenapa mereka tidak bisa menghargai para pahlawan. Karena dengan dalih supaya anak cucu tidak merasakan pahitnya kehidupan yang dulu dijalani, maka para pejuang yang sudah punya jabatan alih-alih tidak mengajarkan keprihatinan kepada anak cucunya. Duh, jangan sampai mereka merasakan apa yang pernah kami alami, seperti itu perasaan mereka. Itu memang bagus, tetapi itu tidak diimbangi dengan penjelasan bagaimana reksonya bapak ibu mereka dulu".

"Betapa untuk mencapai segala hal yang indah-indah ini penuh dengan perjuangan. Mereka sepertinya merasa bangga kalau anak lebih dari mereka. Karena itu mereka pun berbondong-bondong menyuguhkan anak-anak dengan segala hal yang modern dan berbau-bau barat. Disekolahkan setinggi-tinggi diluar negeri, tapi tidak ditanamkan jiwa nasionalismenya. Jadi jangan salahkan mereka, kalau mereka tidak mau kembali ke Indonesia membangun negaranya".

"Dan sayangnya, rasa ini banyak ditemui di kota-kota besar. Coba kalau kedesa-desa, anak-anak itu merasa bangga mempunyai bapak ibu seorang pejuang. Rasanya perlu sekali membangkitkan kembali jiwa kebangsaan bagi rakyat Indonesia. Sekarang ini sudah 60 tahun Indonesia merasakan kemerdekaannya. Kalau tidak ditanamkan jiwa kebangsaan dan persatuan mau jadi apa bangsa kita ini ?", tanya Bu Nuri.

Itulah harapan Bu Nuri, menanamkan rasa kebangsaan dan kebanggaan menjadi bangsa Indonesia, seperti yang ia remaja dulu sehingga rela mengangkat senjata. Rasa kebangsaan, kebanggaan dan persatuan Indonesia, memang diperlukan saat ini, apalagi setahun terakhir Indonesia kerap ditimpa musibah.(Indah JKS)

ps : dimuat di rubrik profil http://news.indosiar.com pada tanggal 26 Agustus 2006

Friday, August 05, 2005

Gus Dur Ingin Demokrasi Tegak di Indonesia

indosiar.com, Jakarta - Bertempat dikediamannya Jl. Warung Sila No. 10 Ciganjur Jagakarsa, Jakarta Selatan, r KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merayakan ulang tahunnya, Kamis (04/08/2005) malam bersama sejumlah tokoh lintas agama.

Dalam kesempatan tersebut, mantan Ketua Umum PBNU ini menyatakan keinginannya untuk menyaksikan demokrasi tegak di Indonesia. “Bangsa dan negara kita di bangun atas dasar demokrasi. Mudah-mudahan, di sisa umur saya, saya dapat melihat demokrasi tegak di negara kita” kata Gus Dur dalam sambutannya, yang diterima indosiar.com.

Penegakkan demokrasi bukanlah pekerjaan mudah, Gus Dur sudah merasakan sendiri bagaimana rintangan dan hambatan yang harus dihadapi. “Karena itu, saya puas karena apa yang saya jalankan ini pelan-pelan mulai kelihatan hasilnya. Meskipun banyak gangguan, tapi itu adalah hal yang biasa”, lanjut Gus Dur, yang juga mengakui bahwa demokrasi telah menjadi bagian dari hidupnya.

Gus Dur juga menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada komunitas lintas agama yang telah menyelenggarakan perayaan ultahnya.

Selain keluarga besar Gus Dur, hadir dalam perayaan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, Amir Ahmadiyah Abdul Basith, Muslim Abdurrahman, , Dr. KH Said Agil Siradj, Dr. Syafi’i Anwar, Anand Krisna, Dawam Rahardjo, Todung Mulya Lubis, Lies Marcus Natsir, Shalahuddin Wahid, Farha Ciciek, Mahfud MD, Budiman Sujatmiko, Rieke Dyah Pitaloka, Bambang Harymurti dan lain-lain.

Acara ini juga dirangkai dengan penyampaian orasi dari sejumlah teman dan sahabat Gus Dur, dilanjutkan dengan doa bersama lintas agama dan pembacaan petisi warga Negara Indonesia oleh Ulil Absor Abdalla.

Dalam kesempatan orasi, beberapa tokoh menyampaikan rasa kagumnya terhadap komitmen dan keteguhan Gus Dur dalam memperjuangkan demokrasi dan hak-hak asasi manusia. “Yang saya senangi dari Gus Dur, komitmen moralnya tinggi, namun lebih dari itu, komitmen terhadap penegakan kebenaran, penegakan keadilan, membela kaum yang lemah, saya kira di zaman seperti sekarang ini sulit untuk mencari orang seperti Gus Dur” kata Muslim Abdurrahman.

Sementara itu Todung Mulya Lubis melihat bahwa Gus Dur adalah sosok guru bangsa, “Dimanapun ia berada, Gus Dur selalu berbicara tentang pluralisme dan kemajemukan, ia adalah guru bangsa dan penjaga moral. Dan sebagai penjaga moral, ia punya tempat tersendiri dihati rakyat Indonesia yang tidak bisa digantikan oleh orang lain” ungkapnya.

Ada juga do’a bersama yang dipimpin tokoh-tokoh lintas agama seperti dari Islam KH Said Aqil Siradj, dari Protestan Pdt Wainata Sairin, dari Katolik Rm. Padmo, dari Budha Biku Dharma Himala, dari Hindu Nengah Dane, dari Kong Hu Chu Chandra Setiawan, dan dari penganut agama Sunda Wiwitan Pangeran Jati Kusuma.(*/Idh)

Friday, July 22, 2005

Din Syamsuddin : Organisatoris Sejati Pemimpin Muhammadiyah


Pria karismatik berusia 44 tahun ini, baru saja terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah, organisasi massa Islam dengan anggota lebih dari 30 juta orang. Ia bertekad Muhammadiyah akan melanjutkan gerakan dakwah, gerakan budaya dan keagamaan, peradaban dan pencerahan.

Sirajuddin Syamsuddin, demikian nama lengkap Din. Lahir di Sumbawa Besar pada 31 Agustus 1958, dari keluarga muslim konservatif. Pada usia 14 tahun, ia masuk ke Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Di pondok tersebut, ia banyak belajar tentang Islam.
Setelah dari Gontor, pria yang fasih berbahasa Inggris, Arab, Persia, dan sedikit Prancis ini, melanjutkan sekolahnya ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Di kampus IAIN ia belajar politik dan terpilih sebagai salah satu fungsionaris pemuda Muhammadiyah di universitas tersebut.

Pada 1986, ia mendapat beasiswa dari Fulbright, Amerika Serikat, dan belajar di University of California at Los Angeles (UCLA), hingga meraih gelar doktor. Sejak itulah ia makin intens terjun dalam dunia organisasi. Khusus untuk Muhammadiyah, Din Syamsuddin pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah periode 1989-1993. Setelah muktamar di Banda Aceh pada 1995, menjadi anggota Majelis Hikmah PP Muhammadiyah dan dalam periode kepengurusan Syafii Maarif, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ayah tiga orang anak ini juga aktif sebagai anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Pusat dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Ia juga menjadi anggota Majelis Tinggi Dakwah Islam Internasional yang berada di Tripoli dan Presiden Konferesi Asia untuk Agama dan Perdamaian, yang berpusat di Tokyo. Baru-baru ini, Din yang pernah aktif di DPP Golkar, menjadi panelis di Konferensi Internasional tentang Kerjasama Antar-agama untuk Perdamaian yang berlangsung di markas besar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat. Ia juga pernah menjabat sebagai Dirjen Binapenta, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.

Sejak mengundurkan diri dari Partai Golkar, Din tidak terlibat dengan partai politik manapun. Dan ketika dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah lima tahun lalu, suami Fira Beranata ini sudah mengabdi penuh kepada Muhammadiyah. Ayah tiga anak ini tidak lagi berkecimpung dalam politik praktis karena secara formal sudah mengundurkan diri dan tidak bergabung pada partai politik mana pun, serta tidak lagi mengabdikan diri sebagai birokrat negara.

Sebelum terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din sempat digoyang oleh upaya mendiskreditkan dirinya. Sehari sebelum muktamar dimulai, beredar buku kecil berjudul "Din Syamsudin, Sang Ambisius, Penghancur Muhammadiyah", bergambar foto Din dengan menggunakan topeng dan berisi lima topik yakni Din Syamsudin Sang Ambisius, Managemen Tukang Cukur, Tidak Memahami Tradisi Muhammadiyah, Menjerumuskan Muhammadiyah, dan Amal Usaha Dijadikan Agunan.

Harapan besar kini diletakkan di atas pundak pakar politik Islam ini. Din pun telah menyiapkan sejumlah langkah untuk membawa lembaga yang dipimpinnya agar terus berkembang. Muhammadiyah akan melakukan revitalisasi gerakan organisasi untuk bisa tampil menjadi organisasi agama, budaya, peradaban, dan pencerahan.

"Muhammadiyah juga akan menghindari berhubungan dengan partai politik (parpol) atau terlibat dalam politik praktis. Ini diberlakukan di seluruh level organisasi, mulai dari Anggota PP hingga bagian terbawah", jelas Din.

"Secara normatif, Muhammadiyah tidak ada hubungan dengan partai politik manapun. Bahkan, tidak ada yang merangkap jabatan dengan parpol. Jika terjadi rangkap jabatan, etikanya orang itu harus mundur dari jabatan. Demikian pula dengan pengurus wilayah muhammadiyah, tidak ada rangkap jabatan dengan parpol," tegas pria yang kerap berbaju koko ini.

Ditangan Din Syamsuddin, harapan 30 juta anggota Muhammadiyah bergantung, agar Muhammadiyah tetap berjalan sebagaimana diamanatkan KH Ahmad Dahlan, tokoh Muhammadiyah.(Idh)

ps : dimuat dihalaman profil http://news.indosiar.com pada tanggal 20 Juli 2005

Wednesday, July 20, 2005

Din Syamsuddin

Organisatoris Sejati Pemimpin Muhammadiyah

Pria karismatik berusia 44 tahun ini, baru saja terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah, organisasi massa Islam dengan anggota lebih dari 30 juta orang. Ia bertekad Muhammadiyah akan melanjutkan gerakan dakwah, gerakan budaya dan keagamaan, peradaban dan pencerahan.

Sirajuddin Syamsuddin, demikian nama lengkap Din. Lahir di Sumbawa Besar pada 31 Agustus 1958, dari keluarga muslim konservatif. Pada usia 14 tahun, ia masuk ke Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Di pondok tersebut, ia banyak belajar tentang Islam.
Setelah dari Gontor, pria yang fasih berbahasa Inggris, Arab, Persia, dan sedikit Prancis ini, melanjutkan sekolahnya ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Di kampus IAIN ia belajar politik dan terpilih sebagai salah satu fungsionaris pemuda Muhammadiyah di universitas tersebut.

Pada 1986, ia mendapat beasiswa dari Fulbright, Amerika Serikat, dan belajar di University of California at Los Angeles (UCLA), hingga meraih gelar doktor. Sejak itulah ia makin intens terjun dalam dunia organisasi. Khusus untuk Muhammadiyah, Din Syamsuddin pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah periode 1989-1993. Setelah muktamar di Banda Aceh pada 1995, menjadi anggota Majelis Hikmah PP Muhammadiyah dan dalam periode kepengurusan Syafii Maarif, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ayah tiga orang anak ini juga aktif sebagai anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Pusat dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Ia juga menjadi anggota Majelis Tinggi Dakwah Islam Internasional yang berada di Tripoli dan Presiden Konferesi Asia untuk Agama dan Perdamaian, yang berpusat di Tokyo. Baru-baru ini, Din yang pernah aktif di DPP Golkar, menjadi panelis di Konferensi Internasional tentang Kerjasama Antar-agama untuk Perdamaian yang berlangsung di markas besar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat. Ia juga pernah menjabat sebagai Dirjen Binapenta, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.

Sejak mengundurkan diri dari Partai Golkar, Din tidak terlibat dengan partai politik manapun. Dan ketika dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah lima tahun lalu, suami Fira Beranata ini sudah mengabdi penuh kepada Muhammadiyah. Ayah tiga anak ini tidak lagi berkecimpung dalam politik praktis karena secara formal sudah mengundurkan diri dan tidak bergabung pada partai politik mana pun, serta tidak lagi mengabdikan diri sebagai birokrat negara.

Sebelum terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din sempat digoyang oleh upaya mendiskreditkan dirinya. Sehari sebelum muktamar dimulai, beredar buku kecil berjudul "Din Syamsudin, Sang Ambisius, Penghancur Muhammadiyah", bergambar foto Din dengan menggunakan topeng dan berisi lima topik yakni Din Syamsudin Sang Ambisius, Managemen Tukang Cukur, Tidak Memahami Tradisi Muhammadiyah, Menjerumuskan Muhammadiyah, dan Amal Usaha Dijadikan Agunan.

Harapan besar kini diletakkan di atas pundak pakar politik Islam ini. Din pun telah menyiapkan sejumlah langkah untuk membawa lembaga yang dipimpinnya agar terus berkembang. Muhammadiyah akan melakukan revitalisasi gerakan organisasi untuk bisa tampil menjadi organisasi agama, budaya, peradaban, dan pencerahan.

"Muhammadiyah juga akan menghindari berhubungan dengan partai politik (parpol) atau terlibat dalam politik praktis. Ini diberlakukan di seluruh level organisasi, mulai dari Anggota PP hingga bagian terbawah", jelas Din.

"Secara normatif, Muhammadiyah tidak ada hubungan dengan partai politik manapun. Bahkan, tidak ada yang merangkap jabatan dengan parpol. Jika terjadi rangkap jabatan, etikanya orang itu harus mundur dari jabatan. Demikian pula dengan pengurus wilayah muhammadiyah, tidak ada rangkap jabatan dengan parpol," tegas pria yang kerap berbaju koko ini.

Ditangan Din Syamsuddin, harapan 30 juta anggota Muhammadiyah bergantung, agar Muhammadiyah tetap berjalan sebagaimana diamanatkan KH Ahmad Dahlan, tokoh Muhammadiyah.(Idh)

Monday, July 11, 2005

Gigi Putih Dambaan Setiap Orang

Bagaimana caranya memutihkan gigi yang efektif dan cepat ? Tahu gak tentang bleaching, katanya bisa juga untuk memutihkan gigi ?

Demikian sekelumit percakapan saya dengan seorang teman yang ingin giginya putih bersih dan bersinar. Keinginan yang wajar karena banyak orang yang ingin giginya putih dan indah terutama saat tersenyum, gigi yang putih terawat akan menawan hati.

Fungsi gigi tidak hanya untuk menguyah makanan sebagai langkah tahap pertama sebelum masuk ke saluran pencernaan, namun juga berfungsi sebagai keindahan. Selain karena makanan, obat atau rokok yang dikonsumsi manusia, gigi juga bisa berubah warna lantaran perawatan yang kurang baik sehingga menyebabkan plak menimbun di permukaan gigi dan akan mengubah warna gigi.

Plak gigi terbentuk dari air ludah dan sisa makanan yang mengandung karbonhidrat dan mudah melekat seperti roti dan coklat. Menurut Spesialis care dentist pada lembaga kedokteran gigi TNI AL RE Martadinata, Drg Darmayanti, plak gigi mengandung kuman yang menyerang dua sisi. Jika menyerang gigi, terjadilah lubang gigi. Sedangkan yang diserang adalah tulang melalui lubang antara gusi dan gigi, terbentuklah karang gigi.

Berbagai cara dilakukan orang untuk memutihkan dan memperindah giginya. Ada yang natural adan yang instant, tinggal Anda inginkan yang mana.

Dalam kedokteran gigi, ada empat tingkatan warna gigi, yakni A, B, C, dan D. Gigi di kelas A merupakan gigi dengan warna kekuningan, kelas B merupakan gigi putih, C kategori keabuan dan D adalah gigi kecokelatan. Setiap kelas terdiri dari 5 tingkatan.

Salah satu teknik memutihkan gigi adalah dengan pemutihan atau bleaching. Bleaching bisa dilakukan oleh dokter atau melakukan bleaching sendiri. Bleaching yang dilakukan sendiri ada berbagai macam produk seperti white strips, dengan cetakan gigi , atau dengan memakai gel. Kebanyakan produk bleaching mengandung zat kimia namanya wasserstoffperoxid (H2O2), zat yang berguna untuk mengkikis lapisan gigi khususnya email yang berwarna kuning.

Bleaching biasanya bertahan dalam waktu 3 - 4 bulan, jika Anda intensif selama 2 minggu melakukan bleaching. Bleaching juga memiliki sisi buruk, jika pemakaian lebih dari batas yang dianjurkan (14 hari), lapisan gigi email kita akan menjadi rusak, karena zat H2O2 akan merusak email.

Selain bleaching biasa, pemutihan gigi bisa juga dilakukan dengan laser. Biasanya dilakukan untuk kasus yang cukup parah dan harus dengan bantuan dokter. Karena bisa mengakibatkan iritasi pada gusi, maka dokter biasanya akan memberikan pengamanan terlebih dahulu pada gusi. Pada proses pemutihannya, gusi akan disinari dengan sinar yang cukup tinggi, kemudian dibilas dan disinari lagi. Perubahan akan terlihat hanya dalam waktu 0,5 – 1 jam. Untuk hasil yang baik, pasien harus melakukan perawatan gigi seperti biasa dengan baik, misalnya teratur menggosok gigi.

Yang lebih praktis lagi, adalah pemutihan dengan selotip pemutih. Dengan pemakaian selotip pemutih selama setengah jam, maka hasil pemutihan langsung didapat. Namun cara ini tidak awet dan hanya sekali pakai.

Yang paling baik adalah merawat gigi sedini mungkin. Biasakan ke dokter gigi 3 atau 2 kali dalam setahun. Periksakan gigi Anda secara teratur dan hindari makanan yang bisa meninggalkan noda, minum minuman seperti kopi, teh, coca-cola, dan anggur merah. Atau jika ingin minum, gunakan sedotan sehingga tidak mengenai gigi. Perbanyak makan buah dan sayuran, terutama sayuran yang berperan sebagi pemutih gigi misalnya apel, wortel dan seledri. Dan jangan lupa menggosok gigi Anda, tiga kali sehari, terutama setelah makan.(berbagai sumber/Idh)

Tuesday, July 05, 2005

Retno Akhirnya Pergi....

Ida Nurhayati : Saya Sedih Banget

Jika saja pada Kamis, 30 Juni 2005, Ida Nurhayati tidak menaiki kereta rangkaian listrik (KRL) dari Bogor menuju Jakarta, mungkin Retno Kartika Dewi, tidak akan lahir sebelum waktunya. Retno mungkin akan dilahirkan dengan sehat, tidak menderita gangguan paru-paru yang akhirnya membawanya kembali pada Sang Khalik.

Retno Kartika Dewi, adalah cerita sedih dari sisa peristiwa tabrakan dua rangkaian kereta api listrik yang terjadi di wilayah Poltangen, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pukul 17.00 WIB.

Di hari yang nahas itu, Ida, bersama suaminya Slamet, dan 2 anak mereka, Hesti dan Aditya, berangkat dari Bogor, Jawa Barat, menuju Jakarta. Keluarga ini hendak membeli ikan ke Muara Angke, Jakarta Barat, untuk dijual esok harinya. Ida sehari-hari memang berjualan ikan keliling di kawasan rumahnya di Bojonggede, Bogor. Tidak seperti biasa, kali ini kedua anak mereka Aditya dan Hesti ikut karena ingin berjalan-jalan mengisi liburan sekolah.

Tak dinyana, kereta api yang mereka tumpangi mengalami peristiwa tragis. Tiga KRL yang berada di rel yang sama mengalami tabrakan, yaitu KA Express Pakuan nomor 221, KRL 585, dan KRL ekonomi nomor 583. Tabrakan itu terjadi ketika KA Pakuan berhenti 500 meter sebelum Stasiun Pasar Minggu. KRL 585 yang ada di belakangnya otomatis menghentikan lajunya karena Pakuan berhenti. Tapi malang, KRL 585 justru ditabrak oleh KRL 583.

Saat tabrakan, Ida sekeluarga yang menumpang KRL 583 berada di gerbong depan. Ida yang saat itu mengandung bayi berumur 8 bulan, pun terlempar bahkan kalau saja ia tak menjerit, "Pak, saya hamil", mungkin saja perutnya yang membesar tergencet orang lain. Akibat tabrakan itu ketuban kandungannya pecah akibat benturan keras. Ida pun terpaksa menjalani operasi cesar untuk menyelamatkan bayi dalam kandungannya.

Ida pun berhasil melahirkan bayinya dengan selamat. Bayi perempuan cantik, yang sudah lama ditunggu-tunggu itu diberi nama Retno Kartika Dewa. Namun karena lahir prematur, Retno harus dirawat dalam inkubator karena kesulitan pernapasan.

Namun selama tiga hari menjalani perawatan intensif di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta Pusat, bayi mungil ini tidak dapat bertahan hidup. Ia pun meninggal dunia. Isak tangis Slamet, sang ayah, mengiringi kepergian putri bungsu tercintanya.

Berat terasa didada Slamet. Bagaimana tidak, istri dan dua anaknya, Hesti dan Aditya masih terbaring lemah di Rumah Sakit Siaga Raya, Pasarminggu, ia harus menyaksikan buah hatinya meregang nyawa. Tak kalah beratnya adalah duka yang dirasakan Ida Nurhayati, saat sang bayi merah tersebut dibawa kepangkuannya untuk dilihatnya terakhir kali.

"Saya sedih sekali. Sejak dilahirkan Retno baru tiga kali saya lihat, trus langsung dibawa ke RSCM," ujarnya kepada para wartawan yang menanyakan perasaan dukanya.
Jenazah Retno Kartika Dewi, pun dimakamkan di kampung halaman orang tuanya, Desa Sudimampir, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jabar. Meski kondisinya belum pulih, Ida yang selalu terisak sempat menggendong jenazah anaknya ke pemakaman.

Retno telah pergi. Duka Slamet, Ida, Hesti dan Aditya, tak mungkin terbayar selamanya. Bahkan oleh segepok uang pengganti atau asuransi atas karcis yang mereka miliki, seperti yang tertera di karcis jika penumpang mengalami kecelakaan.

Uang bukan segalanya. Tapi Slamet dan keluarganya berharap, peristiwa yang mereka alami tak akan terjadi lagi. Bukan sekedar omongan pembenahan kereta api di berbagai media massa, tapi tindakan nyata demi kenyamanan dan keamanan penumpang.(Idh)

Tuesday, June 28, 2005

Hanya 84 Permohonan Karya Cipta Buku

indosiar.com, Jakarta - Sejak bulan Januari sampai Juni 2005, hanya terdapat 84 permohonan karya cipta buku. Padahal, diperkirakan, setiap tahun terbit 5 ribu judul buku.

Demikian diungkapkan oleh Drs. Ahmad Hossan SH, Direktur Hak Cipta Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI), dalam seminar "Perlindungan Karya Tulis Yang Diterbitkan sebagai Buku Menurut Undang-undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002", kemarin.

Meskipun bukan merupakan kewajiban bagi pencipta untuk mendapatkan haknya, menurut Ahmad Hossan, pendaftaran ciptaan pada DJHKI akan lebih memberikan perlindungan hukum. "Surat Tanda Pendaftaran ciptaan akan merupakan bukti awal di hadapan pengadilan apabila terjadi sengketa," jelas Ahmad Hossan.

Marni Emmy Mustafa, SH., MH., Ketua Pengadilan Negeri Bandung, mengingatkan bahwa pihak yang pertamakali mendaftarkan ciptaan tidaklah selalu berarti berarti pemilik hak cipta. "Jika ada cukup saksi dan bukti kuat yang menunjukkan ada pihak lain yang lebih dulu memiliki hak cipta itu, maka dialah pemiliknya meski belum mendaftarkan ciptaannya," jelas Emmy dalam seminar yang diselenggarkan oleh IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) DKI Jakarta bersama PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) DKI Jakarta itu.

Kalangan penerbit sendiri melihat kebanyakan kasus pelanggaran hak cipta lebih berkaitan dengan kasus pembajakan ketimbang kasus sengketa. Menurut Prof. Dr. Komariah Emong Sapardjaja, SH., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, indikasi penyebab maraknya pembajakan buku terletak pada tiga hal.

"Pertama, harga buku yang masih dianggap mahal. Kedua, penegakan hukum yang sangat lemah dan ketiga, tidak ada budaya menghormati hak cipta orang lain", jelasnya.

Mengenai, banyaknya kasus pembajakan buku yang terkesan tanpa kelanjutan proses hukum, Brigjen (Pol) Alex Bambang Riatmodjo menekankan perlunya kontrol yang memadai secara konsisten dan berlanjut dalam setiap proses peradilan pidana mulai dari proses penyidikan, penuntutan, maupun pengadilan.

Sedangkan Prof. Dr. Eddy Damian, SH., Guru Besar Universitas Padjadjaran, mengatakan selain dapat dilakukan melalaui upaya hukum pidana, pemberantasan pembajakan juga bisa dilakukan lewat upaya hukum perdata. "Ajukan gugatan ganti rugi kepada pembajak melalui Pengadilan Niaga yang akan memberikan keputusan dalam waktu 90 hari sejak tanggal pengajuan gugatan," tegasnya.(*/Idh)

Tuesday, May 17, 2005

PRT oh PRT

Disaat gw lagi pusing mikirin masalah biaya rumah sakit pasca operasi Bapaknya Mas Iwan, eh Mbak Iyah, assisten dirumah, minta gajinya dinaikin...hiks....hiks...

Padahal baru bulan Januari lalu gajinya dinaikin.

Sebenarnya gak apa-apa sih, karena gw pikir dari pada nyari satu lagi buat kerja dirumah. Cuma sempet kesel juga sih, karena kan baru naik gaji dan udah ada tukang cuci/gosok, pekerjaan yang menurut gw emang berat.

Alasan dia karena dia ngejaga dua orang anak, lebih berat. Apalagi kalau Taruli lagi rewel sementara dia musti ngurusin dede Kayla.

Pusyiiiiiiiiiiing.....

Yah daripada tuh orang lari dan bikin ulah trus minta berhenti, mending gw ok-in aja. Anggap aja buat bayar dua PRT.

Kalau Mas Iwan sih OK, Ok aja, wong yang bayar gw... qiqiq...qiqiq...

Saturday, May 14, 2005

Sunyi

Saat malam tiba
Kala lelap menghampiri...

Kupandang wajah-wajah polos
dua bintang-bintangku
yang menyemarakkan hidupku

Betapa tak inginnya aku membebani mereka
biar duka ini milik sendiri
Kuselipkan doa dan janji
agar mampu beri bahagia, sukacita dan rizki

Tuhan...dengarkan doaku ini
jauhkanlah kami dari segala marabahaya, duka, nestapa, kenistaan dan angkara murka lainnya

Bekasi, tempat bertinggal.

Wednesday, May 11, 2005

kerja...kerja...kerja

Image hosted by Photobucket.com

kadang gw berpikir kenapa kalau udah di kantor kadang-kadang suka bengong gak ngerti mana yang mo dikerjain duluan..:((
Kebanyakan kerja ? gak juga, buktinya gw masih bisa ngoprek nih blogged..he...he..

kurang kerjaan ? setengah bener setengah salah kali yeh, soalnya tiap senin gw musti nyiapin artikel-artikel baru buat diupload. Yang baru ada artikel sapa dari Supri, tapi gw baca kurang menggigit...(anjing ngkali gigit..huek...huek). Artikel Dari Balik Warta (DBW) udah gw siapin dari jaman jebot tentang ontran-ontran partai politik, sebenernya pengen dinaikin minggu lalu, tapi tiba-tiba gw punya ide tentang Tragedi Mei Berdarah (Penembakan di Kampus Trisakti jek...), Profil belum ada, kata apalagi :(( jadi kenapa gw suka masih bengong yak ?

Ini sebenarnya pertanyaan yang gak perlu jawaban, karena gw tuch emang kurang canggih memanajemen waktu...(taela emak'e Lily, bisa banget ngomong manajemen waktu)

Bener itu..manajemen waktu. Gw tuh kalau udah kepepet timbul deh ide-ide baru, jadi sekali tulis langsung tokcer...he....he.. Kayak bikin anak getho... eh salah ding, bikin kue..:))

Kata si manajemen waktu sih, kita harus bisa mengatur waktu jangan waktu yang mengatur kita. Kasihan yah si waktu..:((

Kita harus bisa membagi mana yang harus dikerjakan duluan, mana yang bisa disambi, mana yang harus selesai cepat mana yang tidak, getho.. (Bener gak sih, atau gw ngarang-ngarang ini aja ?)

Nah, ini yang terjadi sama gw kadang gw doyan bawa kerjaan kerumah. alasannya sih karena kalau besoknya libur dan karena gw susah tidur, jadi gw suka otak-atik komputer. Karena kagak bisa ngotak ngatik mesinnya, jadi gw kerjain si word deh untuk nulis2.

Gak cape ? cape sih apalagi musti ngurus 3 bayi (bayi umur 4 bulan, bayi balita dan bayi raksasa alias bapak'e...huek....huek), tapi kan itu kewajiban ibu dan istri...suit...suit.

Nah disela-sela itu, biasanya kalau udah pada tidur semua, kalau gak mah susyeh, gw mantengin komputer deh. Kalau udah manteng, wah bisa berjam-jam (ligna kursinya, jadi sudah duduk lupa berdiri..)

Mungkin karena udah gw kerjain semua di rumah, akhirnya di kantor gak ada kerjaan ngkali yah...ha...ha... (tau gitu kenapa gw gak kerja dirumah ajanya...dasar...dasar...si indah ini emang oon kayak Oneng).

Tapi sudahlah, gw sekarang emang musti punya agenda biar gw bisa memplanning apa yang mo dikerjain today (taela inglish men..), nah dirumah biar gw pake buat bikin tulisan-tulisan yang bisa dikirim siapa tau dapat duit...he...he... biar tajir gitu bow....

Hari ini genhe masih kurang duit, kasihan deh loe :))

Sunday, May 08, 2005

Si Om Telah Pergi....

Valens Doy Telah Tiada

KETIKA mendengar kabar bahwa Valens Gowa Doy (61) meninggal dunia, Selasa (3/5) pukul 22.15, beberapa orang di ruangan Redaksi Harian Kompas yang kenal dekat dengannya terenyak.
Mantan Redaktur Desk Olahraga Kompas-yang berhasil membuat berita olahraga Kompas dipandang tinggi oleh masyarakat, khususnya masyarakat olahraga Indonesia-itu meninggal dunia di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar, Bali, karena sakit jantung.

Demikianlah berita Kompas, Rabu, 4 Mei, 2005. Betapa terkejutnya aku membaca berita itu, karena selama dua hari, aku selalu bercerita kepada Mas Iwan, suamiku, tentang kehebatan orang satu ini dalam membentuk anak-anak binaannya menjadi wartawan.

Yah, Valens Gowa Doy, memang sangat berarti bagi perkembangan karierku sebagai seorang jurnalis. Awal perkenalanku dengan beliau saat menjadi salah satu wartawan binaannya di sebuah harian yang bernama Berita Yudha (1995-1998). Kami, memanggilnya Om Valens. Meskipun beliau salah seorang pucuk pimpinan di harian tersebut, namun dirinya jauh dari kesan formal. Kami bebas bercakap-cakap dengannya. Dan yang patut diacungi jempol adalah semangatnya bekerja. Bisa dikatakan beliau merupakan workaholic.

********

Ah, banyak sekali kenangan yang tak bisa diuraikan dengan kata-kata untuk orang yang satu ini. Yang jelas, aku sangat menaruh hormat padanya. Pernah suatu saat ketika menonton acara televisi di salah satu stasiun TV, tentang reality show mengenai wujud terima kasih kita kepada seseorang yang pernah menolong atau berarti bagi kita, aku sempat berkata kepada suamiku, betapa inginnya aku berterima kasih kepada Om Valens, karena berkat beliaulah aku menjadi seperti sekarang.

************

Kami memang sudah lama tak pernah bertemu, namun kerinduan kepada om yang satu ini tak pernah surut untuk mencium tangannya sambil mengucapkan terima kasih. Tapi sepertinya itu sudah tak mungkin lagi, beliau telah pergi untuk selamanya menuju haribaan Sang Khalik. Ya Tuhan, semoga Om Valens diterima disisiMu. Amiinn.

Selamat Jalan Om !, Kami akan selalu mengenangmu dan doa kami besertamu.


My personal data :))

Sebenarnya males bikin blog buat sendiri, gw tuch lebih seneng nyeritain tentang anak, kerjaan, kesenengan, kejailan, deelel, daripada kesusahan plus kesedihan gw. Prinsip gw sih lebih baik orang tau senengnya gw daripada susahnya gw, karena dunia ini udah susah..buat apa ditambah-tambahin dengan kesusahan and kesedihan gue...:))

but...ceile. life must go on...apa coba...:D
siapa tau, otak gw beres, ini blog bisa berfungsi jadi corat-coret tentang segala apapun yang terjadi sama gw....kecuali urusan ranjang, eh keranjang sampah gethooo...

oh yah, saat ini sih gw masih istri dari Usmar Kurniawan (Iwan), Ibu dari dua putri yang cantik-cantik...(pastilah kan gw ibunya...he...hee..) Taruli dan Kayla, kuli disalah satu perusahaan swasta nasional, dan masih berusaha terus untuk jadi seorang jurnalis yang baik. Gambate !!