Tuesday, March 11, 2008

Tinton Suprapto : ''Titiskan Darah Pembalap''


Tinton Suprapto. Namanya sangat identik dengan dunia otomotif. Siapapun tahu kalau Tinton yang mantan pembalap nasional, telah mengukir banyak prestasi di arena balap mobil sejak ia masih remaja.

Sebelum terjun ke balap mobil, Tinton juga mengikuti berbagai kejuaraan sepeda motor, tepatnya tahun 1962 tapi saat itu ia masih kalah. Baru tahun 1963 Tinton mengikuti Indonesia Grand Prix dan memenangkan kejuaraan tersebut. Ia masih ingat sekali waktu menang dalam balap sepeda motor, Rima Melati kecil yang mengalungkan bunga untuknya. Tahun 1969 mengikuti PON di balap mobil lalu bertemu dengan istri pertama (Marini). Sayang, pernikahan Pertamanya hanya bertahan tiga tahun, lalu Tinton bertemu dengan istri kedua dan ketiganya masing-masing Pingky dan Dewi Anggraini.

Dari ketiga pernikahan ini, Tinton Suprapto memiliki empat anak (Rama, Tania, Ananda dan Moreno). Ananda Mikola dan Moreno, anak Tinton dari Dewi Anggraini atau panggilan akrabnya Mince-lah yang kini meneruskan jejak Tinton di balap mobil. "..Kasian Papa..," ini kalimat Ananda yang ditulis untuk ayahnya yang sudah tidak cukup fit lagi untuk meraih juara di balap mobil. Oleh Tinton tulisan itu dibingkai dan dipajang di ruang kerja.

Tinton Suprapto sudah mengeluarkan dua buah buku otobiografi, masing-masing berjudul 'Melangkah Pantang Menyerah' dan 'Dari balap ke balap'. Selain balap motor dan mobil, anda pasti tidak menduga ternyata masih banyak olahraga lain yang digeluti oleh Tinton. Misalnya voli, balap sepeda dan tinju. Namun olahraga Tinju, mendapat perhatian yang lebih khusus oleh Tinton. Kenapa dan sejak kapan olahraga tinju ini dilirik oleh Tinton Suprapto ?

Ceplas Ceplos dan Keras
Kamar kerja Tinton Suprapto di lantai tiga Sirkuit Sentul Bogor sebenarnya lebih pantas disebut ruang dokumentasi. Jika dibanding dengan kamar kerja di bagian lain, kamar kerja direktur PT. Sarana Sirkuitindo Utama ini lebih dipenuhi dengan koleksi ratusan foto-foto, puluhan replika mobil balap dan piala, ratusan medali dan piagam penghargaan. Semuanya di jejer rapi di atas lemari yang tersusun berbentuk letter U. Begitu banyaknya, sampai nyaris tidak ada lagi tempat yang tersisa.

Hampir semua perjalanan hidupnya mulai dari foto-foto ayahnya (alm Mayjen Soejatmo) masih aktif di militer, foto masa kecilnya bersama keluarga Bung Karno, fotonya bersama pejabat negara, fotonya bersama anak-anak, fotonya bersama dengan wanita yang cintainya dan fotonya bersama teman-teman balap mobil lengkap di pajang, bahkan foto Ananda Mikola dan Moreno bersama pacar mereka masing-masing juga ada.

Mantan pembalap kelahiran Blitar 21 Mei 1945 ini, gaya bicaranya suka ceplas ceplos. Terkesan ia tidak pernah memikirkan apa yang akan diucapkannya. Semua mengalir begitu saja dari mulutnya, seakan ia ingin mengeluarkan semua kata-kata yang ada di kepalanya. Orangnya terbuka dan cepat akrab. Tinton cenderung bicara agak keras. Tinton bukannya tidak menyadari kebiasaannya itu. Tapi ia menyebut kebiasaannya -bicara dengan nada keras- sebagai 'Management By Angry'.

"Hobi saya dari dulu olahraga keras..salah satunya tinju. Dulu itu hidup saya tertekan karena ayah saya militer. Semua pendidikan dan kehidupan kami serba keras dan sulit,..." ujar Tinton yang katanya waktu itu tidak bisa protes ke orangtua. Makanya ia terpaksa menyalurkan gejolak jiwanya yang tidak puas dan gelisah lewat olahraga keras. " Melalui tinju, saya bisa menyalurkan agresivitas saya yang meledak-ledak, walaupun hanya menjadi motivator," papar Tinton.

Tinton masuk ke lingkungan tinju pada tahun 1985. Waktu itu ia ikut promotor Boy Bolang dan Dali Sofari yang mengadakan kejuaraan dunia kelas bantam junior IBF antara juara bertahan Judo Chun dari Korsel melawan Ellyas pical dari Indonesia. "Saya cuma bantu ngatur-ngatur di kepanitiaan sebagai humas. Eh lama-lama makin serius dan jadi promotor pertandingan lagi,..." katanya sambil ketawa. Tahun 1987 Tinton diakui sebagai promotor dan pemilik lisensi WBC. Lalu ia banyak menggelar tinju profesional ke pelosok desa, hotel berbintang, Gunung Bromo, di atas kolam renang dan LP Cipinang Jakarta.

Ia bukan sekedar mempertontonkan adu jotos dengan tiket mahal, tapi juga berusaha mengajak penggemar tinju ke suasana yang lain. Seperti menyediakan makan malam dengan tontonan musik bersama Euis Darliah dengan menu utama pertandingan Little Pono melawan Little Baquio atau pertandingan di lautan pasir Gunung Bromo. Penontonnya berkerudung sarung dan peci sedangkan girl roundnya memakai sandal jepit dibungkus pakaian tebal dari leher sampai tumit. "Belum pernah kan, ada orang lain yang punya ide gila seperti saya ?" tanya Tinton meminta persetujuan.

Darah Pembalap
Tinton memang lebih puas hanya menjadi motivator di tinju. Ia mengaku sering berkelahi dengan teman-temannya dan memiliki tato, salah satunya di pergelangan tangan. Tato itu dibuatnya tahun 1959. Begitu besar perhatiannya terhadap Tinju sampai-sampai Tinton membuat sasana TONSCO dan menjadi manajer di tempat itu. Setelah sibuk membimbing Ananda di balap mobil F1, pelan-pelan Tinton meninggalkan tinju dan menarik pekerjanya ke Sentul.

Mantan pembalap yang memilih orangtua sebagai tokoh yang dikaguminya ini mengaku tidak pernah memperlakukan anaknya dengan keras. Ia lebih memilih mendidik anak dengan bahasa batin dan suatu kebersamaan." Dari perjalanan hidup sehari-hari, prinsip itu saya peroleh," kata Tinton bangkit dari tempat duduk ingin menunjukkan fotonya bersama anak-anak dan keluarga di berbagai acara.

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" benar-benar tergambar dalam hubungan Tinton dengan dua anaknya, Ananda dan Moreno. Kedua anak laki-lakinya itu juga berprofesi sebagai pembalap. Yang berbeda mungkin, sekarang Ananda dan Moreno menekuni olah raga balap dengan fasilitas yang sudah tersedia. Tinton menyediakan fasilitas setelah melihat potensi terpendam kedua putranya. Sementara kesamaan bapak - anak ini adalah sama-sama berdisiplin tinggi, berkemauan keras, cepat tanggap terhadap berbagai persoalan dan humoris.(Ijs/Ic)


http://www.indosiar.com/news/profil/68555_tinton-suprapto--titiskan-darah-pembalap