Monday, December 28, 2009

POFI : Membuka dan Memudahkan Jalan Menjadi Calon Artis


Judul : POFI, Pegangan Orang Film, Membuka dan Memudahkan Jalan Menjadi
Calon Artis
Penulis : Sugoy Suhendra
Editor : Rayendra L. Toruan
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Tebal : xxxiv + 168 halaman
Ukuran : 15 x 17 cm
Cetakan : Oktober 2009
Kategori : Non Fiksi/Buku Panduan/Karya sendiri

Seperti yang ditulis dalam Kata Pengantar (xv), buku ini diterbitkan karena keinginan penulis untuk berbagi kepada siapapun, baik itu calon artis, calon sutradara, atau pekerja-pekerja lainnya, yang ingin menekuni dunia film.

Buku ini bisa dikatakan sebagai buku panduan orang film. Dengan menggunakan tokoh utama cerita bernama Pofi, berusia 17 tahun, yang baru saja lulus SMA dan ingin menjadi artis terkenal. Pofi yang punya hobi menonton film, termasuk sinetron dan FTV ini pun, mendatangi seorang sutradara bernama Sugoy. Dari sutradara yang sudah mencicipi pahit manisnya dunia film itu, Pofi mendapat berbagai pengetahuan tentang dunia film.

Yang menarik dari buku ini, ibarat proses pengerjaan film, sinetron atau FTV, obrolan antara Pofi dan Sugoy dibuat bak sinopsis suatu cerita, dengan menggunakan istilah-istilah dalam shooting. Ada Episode dan Scene, serta Exterior dan Interior. Obrolan tersebut mengalir runut, mulai dari apakah dunia film tepat untuk Pofi, apa saja yang perlu dipersiapkan saat kita akan menekuni dunia film, hingga menjalin hubungan baik dan menjaga image positif.

Tak ketinggalan, buku ini juga menyertakan alamat-alamat dari para pencari bakat atau tempat untuk mengembangkan karir keartisan, serta alamat stasiun televisi.

Bagi para pemula di dunia film, buku ini layak untuk dibaca. Apalagi bahasa yang digunakan dalam buku ini, bahasa yang ringan dan santai, tidak seperti buku panduan lain, yang terasa berat dan kaku.

Sugoy, sang penulis sendiri merupakan sosok yang tidak asing dalam dunia film. Ketertarikannya pada dunia seni peran sudah dimulai sejak usia dini, dengan keterlibatannya di Sanggar Edelweis, dan mengikuti pelatihan akting pimpinan Aditya Gumay. Kiprahnya di dunia film semakin berkibar, sejak ia berkarier di Indosiar.

Monday, December 14, 2009

Moribito : Guardian of the Spirit


Penulis : Nahoko Uehashi
Penerjemah : Harisa Permatasari
Penyunting : Mohammad Baihaqqi
Tata Letak : MAB
Ilustrator : Siti Astari
Penerbit : Matahati
Cetakan : I, November 2009
Kategori : Fiksi/Novel Terjemahan/Epic Fantasy

Permaisuri Kedua New Yogo, merasa putranya, Pangeran Chagum, terancam jiwanya. Karena itu, ia meminta pertolongan kepada Balsa, perempuan ahli tombak dari Kanbal, untuk menyelamatkan nyawa anaknya dengan menjadi pengawal pribadi putranya. Chagum adalah Pangeran Kedua dari Sang Mikado, penguasa agung New Yogo.

Diusianya yang kesebelas, saat sedang tidur, Chagum sering bermimpi buruk. Oleh seorang penafsir bintang kerajaan, dikatakan tubuh Chagum dihuni oleh iblis, yang dapat membunuh sang pangeran. Tak ingin reputasinya sebagai keturunan para dewa, sang Mikado memutuskan untuk membunuh anaknya sendiri. Berbagai usaha pembunuhan pun dilakukan.

Perkenalan Balsa dengan Permaisuri Kedua New Yogo terjadi, karena Balsa menyelamatkan Pangeran Kedua, yang terseret arus sungai ketika terjatuh dari kerbau penarik kereta kerajaan yang ditumpanginya. Kerbau tersebut mengamuk, karena telah ditembak dengan panah beracun. Perkenalan yang membawa Balsa pada tugas paling berat yang dijalaninya sepanjang karirnya sebagai pengawal pribadi bayaran.

Balsa tidak hanya harus menyelamatkan jiwa Pangeran Kedua dari para Pemburu, orang-orang terpercaya Sang Mikado, tetapi juga Rarunga, pemangsa telur dari Nyunga Ro Im, Roh Air, yang bersemayam didalam tubuh Chagum. Karena itulah, Chagum terpilih sebagai Moribito, sang penjaga telur, untuk menyelamatkan New Yogo dari bencana kekeringan.

Saat pertama kali membaca novel karya Nahoko Uehashi, profesor etnologi ini, sempat muncul keraguan apa benar novel epik fantasi ini merupakan cerita bernuansa Jepang, karena nama-nama tokoh cerita kurang beraroma negara Matahari Terbit itu. Misalnya saja, Balsa, sang tokoh utama, dan negara dari mana ia berasal, Kanbal. Nama yang kurang familiar untuk nama-nama Jepang. Namun, disitulah letak daya tarik novel remaja ini.

Kisah dalam novel yang sudah dibuatkan manganya ini, mudah dipahami pembaca. Misalnya saja, pembaca tak perlu bersusah payah memahami apa yang dimaksud dengan Sagu dan Nayugu, dua dunia yang saling berdampingan, yang menjadi kepercayaan Bangsa Yakoo. Uehashi menceritakannya dengan runut dan jelas, melalui dua karakter tukang tenung, Master Torogai dan muridnya, Tanda. Kedua orang inilah yang menjadi perantara antara dunia kasat mata, Sagu, dan Nayugu, dunia roh yang tak kasat mata.

Cerita pun mengalir dengan runtut dan seru, terutama pada bagian-bagian pertempuran antara Balsa, Tanda, dan Para Pemburu. Selain itu, novel yang meraih penghargaan Batchelder Award 2009 (penghargaan untuk buku anak-anak berbahasa asing, yang diterbitkan dalam bahasa Inggris di Amerika), mampu mengaduk-aduk perasaan pembaca terkait dengan hubungan Chagum dan Balsa. Meski diwarnai dengan ketidakpercayaan dan ketidakpedulian Chagum terhadap Balsa, perlahan hubungan emosional mereka terbangun dengan indah, dan tak sadar membuat mata berkaca-kaca saat membaca adegan dimana Balsa dan Chagum harus berpisah setelah misi penyelamatan berakhir.

Secara keseluruhan, terlepas dari salah ketik dan kalimat rancu, novel fantasi ini patut mendapat acungan jempol dan layak menjadi bahan bacaan, tidak hanya untuk remaja (sebagaimana dikategorikan dalam novel tersebut), tapi juga layak dibaca orang tua untuk anak-anaknya. Dan rasanya tidak sabar untuk menunggu buku selanjutnya, yang menceritakan petualangan Balsa dalam menyelamatkan orang-orang, sebagaimana janji Balsa untuk menyelamatkan nyawa delapan orang, agar rasa bersalahnya terhadap orang tua angkatnya, yang telah menyelamatkan dirinya, terhapuskan.