indosiar.com, Jakarta - Sejak bulan Januari sampai Juni 2005, hanya terdapat 84 permohonan karya cipta buku. Padahal, diperkirakan, setiap tahun terbit 5 ribu judul buku.
Demikian diungkapkan oleh Drs. Ahmad Hossan SH, Direktur Hak Cipta Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI), dalam seminar "Perlindungan Karya Tulis Yang Diterbitkan sebagai Buku Menurut Undang-undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002", kemarin.
Meskipun bukan merupakan kewajiban bagi pencipta untuk mendapatkan haknya, menurut Ahmad Hossan, pendaftaran ciptaan pada DJHKI akan lebih memberikan perlindungan hukum. "Surat Tanda Pendaftaran ciptaan akan merupakan bukti awal di hadapan pengadilan apabila terjadi sengketa," jelas Ahmad Hossan.
Marni Emmy Mustafa, SH., MH., Ketua Pengadilan Negeri Bandung, mengingatkan bahwa pihak yang pertamakali mendaftarkan ciptaan tidaklah selalu berarti berarti pemilik hak cipta. "Jika ada cukup saksi dan bukti kuat yang menunjukkan ada pihak lain yang lebih dulu memiliki hak cipta itu, maka dialah pemiliknya meski belum mendaftarkan ciptaannya," jelas Emmy dalam seminar yang diselenggarkan oleh IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) DKI Jakarta bersama PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) DKI Jakarta itu.
Kalangan penerbit sendiri melihat kebanyakan kasus pelanggaran hak cipta lebih berkaitan dengan kasus pembajakan ketimbang kasus sengketa. Menurut Prof. Dr. Komariah Emong Sapardjaja, SH., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, indikasi penyebab maraknya pembajakan buku terletak pada tiga hal.
"Pertama, harga buku yang masih dianggap mahal. Kedua, penegakan hukum yang sangat lemah dan ketiga, tidak ada budaya menghormati hak cipta orang lain", jelasnya.
Mengenai, banyaknya kasus pembajakan buku yang terkesan tanpa kelanjutan proses hukum, Brigjen (Pol) Alex Bambang Riatmodjo menekankan perlunya kontrol yang memadai secara konsisten dan berlanjut dalam setiap proses peradilan pidana mulai dari proses penyidikan, penuntutan, maupun pengadilan.
Sedangkan Prof. Dr. Eddy Damian, SH., Guru Besar Universitas Padjadjaran, mengatakan selain dapat dilakukan melalaui upaya hukum pidana, pemberantasan pembajakan juga bisa dilakukan lewat upaya hukum perdata. "Ajukan gugatan ganti rugi kepada pembajak melalui Pengadilan Niaga yang akan memberikan keputusan dalam waktu 90 hari sejak tanggal pengajuan gugatan," tegasnya.(*/Idh)
No comments:
Post a Comment