Saturday, October 15, 2005

Bisa Apa dengan Rp 100 Ribu ?


Kantor Pos Besar DKI Jakarta, Jalan Lapangan Banteng Utara I. Atau lebih dikenal dengan Kantor Pos Pasarbaru. Seorang ibu tampak mendatangi salah satu loket dari 20 loket yang disediakan. Ibu tersebut akan mengambil bantuan langsung tunai (BLT) dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahap pertama sebesar Rp 100 ribu per bulan/kepala keluarga.

Fatimah, demikian nama ibu tersebut. Ibu rumah tangga biasa, yang bersuamikan seorang tukang kuli bangunan yang tinggal di Kecamatan Sawah Besar. Ibu Fatimah termasuk dari 3.060 kepala keluarga (KK) dari delapan kelurahan yaitu Kelurahan Duri Pulo, Gambir, Karang Anyar, Gunung Sahari Utara, Gunung Sahari Selatan, Kartini, dan Kebun Kelapa, yang menerima dana kompensasi BBM tersebut.

"Senang bu dapat uang dari pemerintah ?", tanya indosiar.com. "Yah bagaimana yah. Seneng sih seneng, namanya juga duit gratis, gak perlu susah payah carinya. Mudah-mudahan aja bisa cukup. Kan sekarang apa-apa serba mahal. Minyak tanah aja ditempat saya sekarang seliternya 3000 perak. Uang 10 ribu tadinya bisa dipakai buat beli minyak tanah ama gula kopi, sekarang cuma bisa buat beli minyak tanah 3 liter doang," ucap Ibu Fatimah.

Miris memang. Meski mendapat bantuan, namun bantuan tersebut tidak mampu mengatasi berbagai kenaikan yang terjadi dalam segala sektor seperti kenaikan sembako dan transportasi, pasca pemerintah menaikkan harga BBM.

"Dapatnya kan 300 ribu buat tiga bulan katanya. Yah musti dicukup-cukupin seratus ribu sebulan. Paling ini uangnya buat makan aja, kalau uang sekolah anak sama ongkos yah musti cari sendiri. Mana sekarang kerjaan Bapaknya anak-anak gak terlalu bagus," tutur Fatimah pelan.

Dengan nanar, Fatimah menatap uang tiga lembar ratusan yang dipegangnya. Mungkin ia sedang berpikir bagaimana caranya agar uang tersebut tidak habis sebelum waktunya. Berpikir bagaimana caranya berhemat disaat seperti sekarang yang semuanya sudah serba mahal.
Yah, Fatimah pantas berpikir. Karena saat ini, dengan uang Rp 100 ribu, kita bisa apa ? Dengan kenaikan BBM yang mencekik leher, masyarakat (tentu saja masyarakat menengah kebawah) berpikir keras bagaimana mereka harus berhemat.

Sebagai contoh saja, kenaikan minyak tanah yang diumumkan pemerintah sebesar Rp 2000 per liter, begitu sampai ketangan pengecer menjadi Rp 3000 dan Rp 3500. Bagaimana para pengguna minyak tanah tidak berteriak. Sebelum kenaikan mereka membeli minyak tanah dengan harga perliter Rp 1200.

"Dulu beli minyak tanah 5 liter cukup dengan uang 6000 perak untuk dua minggu pemakaian. Sekarang beli 3 liter minyak tanah Rp 9000, cuma bisa dipakai seminggu. Berarti kan untuk sebulan kita harus ngeluarin uang 36 ribu buat beli minyak tanah saja. Mana sekarang bulan puasa, berarti masak dua kali lipat dari hari biasa," keluh Acih, warga Kelurahan Tamansari.

Acih sedikit beruntung dari Fatimah. Ia tidak memerlukan bantuan dari pemerintah untuk menghidupkan api kompornya, karena kehidupannya lebih baik dari Fatimah. Suaminya bekerja disalah satu kantor pemerintah dibilangan Merdeka Selatan. Dengan kenaikan BBM, mau tak mau membuat Acih harus pandai-pandai mengatur uang bulanan dari sang suami.

"Selama ini saya sudah harus menghemat uang pemberian suami. Atur sana sini supaya semuanya bisa tertangani dan terbayar. Tapi kalau begini terus-terusan, bisa-bisa kami juga jatuh miskin. Bisa-bisa kami punya banyak utang karena harus gali lobang tutup lobang," keluh Ibu beranak tiga ini. Menurut Acih, yang bisa dilakukan saat ini adalah mengeluarkan uang sehemat mungkin.

Sementara itu, bagi Ratna, tidak fair rasanya menumpahkan segala yang terjadi dimata masyarakat pada kenaikan harga BBM. Karena bukan hanya Indonesia saja yang menaikkan harga BBM, tetapi beberapa negara Asia lainnya seperti Thailand dan Filipina. Ia bersyukur masih mampu membeli minyak tanah dengan harga barunya. Namun demikian ia tidak mau menutup mata dengan keadaan sekeliling.

"Yang paling penting saat ini adalah berhemat dan sabar. Tidak hanya orang yang tidak punya saja musti berhemat dan sabar. Orang-orang yang merasa berkecukupan juga harus hemat dan sabar. Seperti yang kami lakukan, pakai listrik secukupnya. Lampu-lampu diganti dengan neon, yang sinar terangnya lebih luas. Pakai air sudah tidak sembarang. Jalan-jalan ke mall dikurangi diganti dengan jalan ke taman di kompleks rumah. Anak-anak kesekolah sekarang diantar bapaknya dulu sebelum berangkat ke kantor. Pokoknya apa yang bisa dihemat yah dihemat. Trus, banyak berdoa supaya kita lebih sabar menghadapi setiap masalah, biar jangan stress," papar Ratna panjang lebar.

Fatimah, Acih, dan Ratna, merupakan gambaran ibu-ibu rumah tangga yang merasakan dampak dari kenaikan BBM ini. Bagi yang tidak beruntung memang susah untuk melakukan gerakan penghematan seperti yang dikatakan Ratna. Mungkin yang bisa dilakukan adalah sabar, semoga saja pemerintah dapat mengatasi masalah kemiskinan dengan penyaluran BLT tersebut. Semoga saja tugas mulia ini dijalankan dengan baik dan benar, tidak diselewengkan lagi seperti kasus-kasus sebelumnya terjadi.(Idh)

ps : dimuat di halaman sapa http://news.indosiar.com pada tanggal 6 Oktober 2005

No comments: